Tulisan menarik guru KKPI, bapak Sozo Himamura yang saya dapatkan dari Group facebook IGI:
Beberapa alasan yang terungkap mengapa
TIK/KKPI hilang dari Kurikulum 2013 ketika dialog dengan Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (WAMEN) bidang Pendidikan dan Perwakilan
PUSKUR (Pusat Kurikulum dan Perbukuan) diantaranya :
- “Anak TK dan SD saja sudah bisa internetan…”
- TIK / KKPI bisa integratif (terintegrasi) dengan mata pelajaran lain
- Pembelajaran sudah seharusnya berbasis TIK (alat bantu guru dalam mengajar), bukan TIK/KKPI sebagai Mata Pelajaran khusus yang harus diajarkan
- Jika TIK/KKPI masuk struktur kurikulum nasional maka pemerintah berkewajiban menyediakan Laboratorium Komputer untuk seluruh sekolah di Indonesia, dan pemerintah tidak sanggup untuk mengadakannya
- Banyak sekolah yang belum teraliri LISTRIK, jadi TIK/KKPI tidak akan bisa diajarkan juga disekolah
Secara
normatif alasan-alasan tersebut bisa saja diterima, namun tahukah anda
dialog yang terjadi diluar forum resmi tersebut, semua alasan tersebut
dapat terbantahkan oleh teman-teman dalam dialog “liar” yang diadakan
setelah selesai kegiatan tersebut.
Jika alasannya karena “Anak TK / SD
sudah bisa main game dikomputer dan berinternet ria”, maka jika ada yang
berpendapat Anak TK/SD pun sudah bisa berbahasa Indonesia karena mereka
adalah orang Indonesia, jadi tidak perlu lagi ada Pelajaran Bahasa
Indonesia di TK/SD atau tidak perlu lagi ada pelajaran Olahraga karena
cukup kasih bola atau buatkan selorotan maka anak sudah berolah raga.
Darimana anak TK/SD bisa main game dan berinternetan ?
Bagaimana cara memanfaatkan TIK dengan baik dan benar ? Bagaimana etika
penggunaan TIK dst… sulit bahkan tidak bisa didapatkan mereka dengan
autodidak.
Pembelajaran abad 21 yang mengarah ke
Literacy Informasi mempersyaratkan untuk berbasiskan ICT/TIK, TIK
sebagai alat bantu guru dalam mengajar dengan TIK sebagai sebuah mata
pelajaran adalah dua hal yang berbeda. Ketika TIK/KKPI bukan lagi
sebagai mata pelajaran maka pekerjaan guru akan bertambah, misalnya saja
ketika guru bahasa Indonesia memberi tugas kepada siswa untuk membuat
laporan deskriptif, disamping mengajarkan teori/materinya tentang bentuk
– bentuk laporan deskriptif, guru juga harus mengajarkan bagaimana cara
mengetik dan membuat laporan tersebut dikomputer, Inilah yang disebut
integratif. Sekarang bagaimana kalau logikanya dibalik, Guru TIK
mengajarkan anak-anak cara mengetik di Pengolah Kata (Word misalnya) dan
sebagai bahannya bisa berupa laporan deskriptif yang dicari siswa di
internet. Singkat kata pelajaran bahasa Indonesia secara keilmuwan juga
tidak diperlukan lagi.
Jika TIK/KKPI dianggap akan memberatkan
pemerintah karena implikasinya pemerintah harus menyediakan sarana dan
prasarananya maka terkesan pemerintah ingin lepas dari tanggungjawab
karena kemanakah anggaran pendidikan yang 20% itu. Padahal jiga
logikanya dibalik, karena adanya matapelajaran TIK beberapa tahun
terakhir sebagai stimulus bahkan membawa revolusi didalam dunia
pendidikan dan pembelajaran, maka TIK akan tetap dipertahankan dan
pemerintah akan menganggarkannya, terlebih TIK menjadi persyaratan
pergaulan di abad 21 ini, sehinga untuk mengejar ketertinggalan TIK akan
dikedepankan tidak hanya sebagai media pembelajaran tetapi sebagai mata
pelajaran seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 19.
Dengan adanya TIK sebagai mata pelajaran
maka pemerintah secara tidak langsung akan dipaksa untuk membangun
infrastruktur listrik dan mengalirkannya hingga pedesaan. Dengan
demikian Indonesia akan maju semakin pesat.
Tahukah anda alasan sesungguhnya dibalik
RAIBnya TIK dari Kurikulum 2013? Kami mencoba menelusuri Draft
Kurikulum 2013 versi terkini (Maret 2013), salah satunya adalah terdapat
mata pelajaran prakarya dan lintas peminatan. Ada tambahan beban
belajar bagi siswa dan hal tersebut berakibat harus ada mata pelajaran
yang dihilangkan. Satu-satunya mata pelajaran yang tingkat resistensinya
paling rendah jika harus dihilangkan atau dihapuskan adalah “TIK/KKPI”,
Mengapa ?
TIK/KKPI adalah mata pelajaran paling
muda dalam struktur kurikulum 2006 (KTSP), sehingga jika “dibunuh”
dampaknya tidak akan terlalu besar (kalau yang dihilangkan
sejarah/olahraga/lainnya tentu tidak akan berani) mengingat jumlah guru
TIK/KKPI murni hanya berkisar 15%, sedangkan 85% sisanya akan
dikembalikan ke mata pelajaran induk. Namun terfikirkankah mengapa guru
Fisika mengajar mata pelajaran TIK, mungkin sebagian karena tidak adanya
guru TIK, namun tidak sedikit pula dikarenakan gurunya berlebih
sehingga jika harus balik ke mata pelajaran induk akan menjadi masalah
baru. Meskipun akan ada revisi terhadap PP 74 mengenai beban kerja guru,
tapi kita tidak tau seperti apakah revisinya.
Disisi lain, hilangnya TIK/KKPI dari
kurikulum 2013 tidak hanya akan “membunuh” secara perlahan mata
pelajaran TIK (kelas 8,9,11,12 masih ada TIK), akan tetapi akan “membunuh”
calon-calon guru TIK yang saat ini sedang dididik di berbagai
LPTK(Perguruan Tinggi) yang saat ini membuka Jurusan tersebut.
Calon-calon guru TIK ini belum sempat dilahirkan oleh LPTK sudah
terancam akan “di aborsi” masal.
Dalam Kurikulum 2013 khususnya di
SMA/SMK terdapat peminatan IPA, IPS, Bahasa. Mengapa tidak diberikan
peluang ada peminatan TIK, karena tidak sedikit siswa yang ketika lulus
dari SMA/SMK langsung bekerja di bidang yang memerlukan penguasaan TIK,
dan tidak sedikit pula yang melanjutkan ke perguruan tinggi dengan
mengambil jurusan komputer dan informatika atau sejenisnya. Mengapa
pemerintah tak memikirkan akan hal ini?