JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak reaksi bermunculan dari berbagai pihak terkait penerapan Kurikulum 2013, termasuk reaksi dari siswa dan guru. Sebenarnya, apa yang membedakan antara pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kurikulum sebelumnya?
Ditemui di sela Rembuk Nasional (Rembuknas) Pendidikan dan Kebudayaan 2014 di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (6/3/2014), Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sumarna Surapranata, menjelaskan bahwa dalam sistem pengajaran Kurikulum 2013 bisa saja berbeda. Misalnya, bila kurikulum lama bentuk pengajaran hanya menekankan pada aspek mencatat maka pada Kurikulum 2013 lebih banyak menuntut kreativitas guru untuk merangsang kecerdasan murid-muridnya.
"Guru harus membuat siswa lebih aktif. Guru tidak hanya mencatat dan menerangkan, tetapi harus membuat sekolah nyaman," kata Sumarna.
Aplikasi Kurikulum 2013, lanjut Sumarna, menekankan pada penanaman karakter dan budaya kepada siswa terdidik sejak usia dini. Fokus pengajaran tidak hanya pada mata pelajaran ilmu pasti, seperti Matematika atau IPA.
"Misalnya, guru sedang mengajar tema tentang diri seseorang, maka dia bicara mengenai tangan. Lalu, si anak diminta menghitung jari, satu, dua, tiga, sampai lima. Itu secara tidak langsung mengajarkan Matematika. Lalu, warna tangannya, tanpa sadar bisa berupa pelajaran IPA. Jadi, anak bisa menceritakan, tidak hanya hitungan satu, dua, tiga," jelasnya.
Penanaman karakter tersebut, sambung Sumarna, menjadi sangat penting dan bisa dijadikan pedoman pendidikan karakter pada masa mendatang. Sebab, penanaman karakter anak akan berkembang ke sifat-sifat anak selanjutnya setelah dewasa. Hanya saja, hasil dari pendidikan itu membutuhkan waktu beberapa lama.
"Mungkin, tidak bisa dirasakan dalam waktu singkat. Pembangunan pendidikan tidak bisa dalam waktu sekejap seperti bangunan fisik. Tapi, harapannya pembangunan itu akan mengarah ke sesuatu yang lebih baik," katanya.
Ditemui di sela Rembuk Nasional (Rembuknas) Pendidikan dan Kebudayaan 2014 di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (6/3/2014), Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sumarna Surapranata, menjelaskan bahwa dalam sistem pengajaran Kurikulum 2013 bisa saja berbeda. Misalnya, bila kurikulum lama bentuk pengajaran hanya menekankan pada aspek mencatat maka pada Kurikulum 2013 lebih banyak menuntut kreativitas guru untuk merangsang kecerdasan murid-muridnya.
"Guru harus membuat siswa lebih aktif. Guru tidak hanya mencatat dan menerangkan, tetapi harus membuat sekolah nyaman," kata Sumarna.
Aplikasi Kurikulum 2013, lanjut Sumarna, menekankan pada penanaman karakter dan budaya kepada siswa terdidik sejak usia dini. Fokus pengajaran tidak hanya pada mata pelajaran ilmu pasti, seperti Matematika atau IPA.
"Misalnya, guru sedang mengajar tema tentang diri seseorang, maka dia bicara mengenai tangan. Lalu, si anak diminta menghitung jari, satu, dua, tiga, sampai lima. Itu secara tidak langsung mengajarkan Matematika. Lalu, warna tangannya, tanpa sadar bisa berupa pelajaran IPA. Jadi, anak bisa menceritakan, tidak hanya hitungan satu, dua, tiga," jelasnya.
Penanaman karakter tersebut, sambung Sumarna, menjadi sangat penting dan bisa dijadikan pedoman pendidikan karakter pada masa mendatang. Sebab, penanaman karakter anak akan berkembang ke sifat-sifat anak selanjutnya setelah dewasa. Hanya saja, hasil dari pendidikan itu membutuhkan waktu beberapa lama.
"Mungkin, tidak bisa dirasakan dalam waktu singkat. Pembangunan pendidikan tidak bisa dalam waktu sekejap seperti bangunan fisik. Tapi, harapannya pembangunan itu akan mengarah ke sesuatu yang lebih baik," katanya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !